Minggu, 22 November 2009

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)

BAB I

PENDAHULUAN

oleh: Haris Sutarta, SH


Hak Kekayaan Intelektual, disingkat HKI adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna unutk manusia. Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Obyek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.

Sistem HKI merupakan hak privat (private rights). Di sinilah ciri khas HKI. Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eksklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain, dsb) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (krestivitas)nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkan lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Di samping itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau hasil karya lainnya yang sama dapat dihindarkan/dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.

Badan yang secara internasional mengurus masalah HKI adalah World Intellectual Property Organization (WIPO), suatu badan khusus PBB. Indonesia termasuk salah satu anggotanya dengan diratifikasinya Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization.

SEJARAH PERKEMBANGAN PERLINDUNGAN HKI DI INDONESIA

Secara historis, perlindungan HKI di Indonesia telah ada sejak masa penjajahan Belanda, dimana pemerintahan kolonial Belanda mengeluarkan Undang-Undang Kekayaan Intelektual, yang meliputi Undang-Undang Merek, Undang-Undang Paten, dan Undang-Undang Hak Cipta. Selain telah mengeluarkan Undang-Undang tersebut, Indonesia juga menjadi anggota Paris Convention fo the Protection og Industrial Property, Madrid Convention, dan Berne Convention for the Protection of Lyterary and Artistic Works.

Undang-Undang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda tersebut terus dipakai sampai pada tahun 1953. Pemerintah melalui Keputusan Menteri Kehakiman mengeluarkan peraturan mengenai sistem pendaftaran bagi permohonan Paten domestik dan permohonan Paten dari luar negeri. Undang-Undang yang terkait dengan HKI setelah itu adalah :

1. Pada tahun 1961, disahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Dagang untuk menggantikan Undang-Undang waarisan Belanda.

2. Pada tahun 1982, disahkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987. Diubahnya Undang-Undang tersebut karena banyaknya pelanggaran Hak Cipta di masyarakat.

3. Pada tahun 1989, disahkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten. Undang-Undang ini disahkan melalui perdebatan yang panjang mengenai perlu tidaknya sistem Paten bagi negara Indonesia. Undang-Undang ini disahkan dengan pertimbangan bahwa sistem Paten diperlukan untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan riset dan perkembangan teknologi di Indonesia. Pemerintah Indonesia mengharapkan bahwa sistem Paten dapat mendorong setiap orang mengembangkan ide, bakat, dan kreativitasnya dengan melindungi hasil dari kreativitasnya tersebut. Dalam proses pengembangan nasional secara umum dan secara ekonomi, teknologi merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam peningkatan industri nasional.

4. Pada tahun 1992, disahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961.

5. Pada tahun 1997, Indoensia merevisi ketiga Undang-Undang yang terkait dengan HKI.

6. Pada akhir tahun 2000, Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 29, Undang-Undang Nomor 30, Undang-Undang Nomor 31, dan Undang-Undang Nomor 32 (masing-masing tentang : Perlindungan Varietas Tanaman (PVT), Rahasia Dagang (RD), Desain Industri, (DI), dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST).

7. Sehubungan dengan keanggotaan Indonesia di World Trade Organization (WTO), dimana Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) yang merupakan satu bentuk kesepakatan dan sekaligus kewajiban negara anggota untuk menyesuaikan hukum yang terkait dengan kekayaan intelektual, Indonesia kembali mengganti Undang-Undang yang telah ada. Undang-Undang yang disahkan sebagai pengganti tersebut adalah : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Dengan telah ditetapkannya 7 (tujuh) Undang-Undang tersebut di atas telah lengkaplah perangkat perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia.

BAB II

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)

· SECARA GARIS BESAR HKI DIBAGI DALAM 2 (DUA) BAGIAN, YAITU :

1. Hak Cipta (Copyright);

2. Hak Kekayaan Industrial (industrial property rights), yang mencakup :

a. Paten (Patent);

b. Desain Industri (Industrial Design);

c. Merek (Trademark);

d. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Layout Design of Integrated Circuit);

e. Rahasia Dagang (trade secret).

f. Perlindungan Varietas Tanaman (Varieties of Plants Protection).

Pada saat ini pengaturan tentang masing-masing bidang HKI telah diatur dalam undang-undang tersendiri sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 mengatur tentang Perlindungan Varietas Tanaman;

2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 mengatur tentang Rahasia Dagang;

3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 mengatur tentang Desain Industri;

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 mengatur tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;

5. Undang-Undang Nomor14 Tahun 2001 mengatur tentang Paten;

6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 mengatur tentang Merek; dan

7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 mengatur tentang Hak Cipta.

Disamping peraturan perundang-undangan tersebut di atas, pada Tahun 1997 Indonesia juga telah meratifikasi beberapa konvensi atau traktat internasional antara lain :

1. Konvensi Paris diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997;

2. Patent Cooperation Treaty (PCT) diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1997;

3. Trade Mark Law Treaty diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997;

4. Konvensi Bern diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997; dan

5. World Intellectual Property Orgnization (WIPO) Copyrights Treaty diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.

· HKI DALAM KERANGKA HUKUM INTERNASIONAL

Dalam kerangka pembahasan mengenai HKI, maka dari segi substantif, norma hukum yang mengatur tentang HKI tidak hanya terbatas pada norma hukum yang dikeluarkan oleh satu negara tertentu, tetapi juga terikat pada norma-norma hukum intenasional. Disini terlihat hakikat hidupnya sistem hukum itu. Hukum tumbuh dan berkembang sejalan dengan tuntutan masyarakat, dalam bidang HKI didasarkan pada tuntutan perkembangan peradaban dunia.

Oleh karena itu negara-negara yang turut dalam kesepakatan Internasional, harus menyesuaikan peraturan perundang-undangan dalam negerinya dengan ketentuan Internasional, yang dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)/WTO (1994) adalah kesepakatan TRIPs, sebagai salah satu dari Final Act Embodying The Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiation, yang ditandatangani di Marakesh pada bulan April 1994 oleh 124 negara dan 1 wakil dari Masyarakat Ekonomi Eropa. Indonesia termasuk salah satu negara yang turut menandatangani kesepakatan itu dan meratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.

Akibatnya Indonesia tidak dapat dan tidak diperkenankan membuat peraturan yang extra-territorial yang menyangkut perlindungan HKI, dan semua isu yang terdapat dalam kerangka WTO, Indonesia harus mengakomodirnya paling tidak harus memenuhi (pengaturan) standar minimum. Dengan demikian Indonesia harus neyesuaikan semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan HKI. Dengan telah diundangkannya 7 (tujuh) undang-undang tersebut di atas, maka Indonesia telah menjadi negara yang sudah cukup lengkap pengaturan di bidang HKI.

Dalam upaya persiapan perlindungan internasional HKI pada tahun-tahun mendatang, Indonesia mengahadapi berbagai kendala yang tidak ringan.

Pertama, secara budaya sebenarnya masyarakat kita belum siap dengan pemberlakuan HKI (yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di lingkungan masyarakat Barat, dicirikan oleh kepentingan individual yang menonjol). Sedangkan sebagian besar masyarakat kita kebudayaannya masih mementingkan kebersamaan.

Kedua, kemampuan Ditjen HKI yang bertugas memperjuangkan dan mensosialisasikan HKI masih kurang memadai, baik infrastruktur, informasi maupun SDM-nya. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan belum adanya kantor cabang Ditjen HKI di daerah-daerah, sehingga para penemu (Inventor) teknologi di daerah yang ingin mendaftarkan hasil karyanya harus datang langsung ke Kantor Ditjen HKI Tangerang. Memang pada saat ini pendaftaran HKI dapat dilakukan di beberapa Kanwil Propinsi, namun belum semua Kanwil Propinsi yang dapat menerima pendaftaran tersebut. Kanwil tersebut hanya sebatas menerima titipan pendaftaran yang kemudian akan dikirimkan ke Ditjen HKI di Tangerang, sedangkan pemberian nomor pendaftaran, pemeriksaan substantif, dan penerbitan sertifikat tetap dilakukan oleh Ditjen HKI di Tangerang. Belum tersedianya data base yang dapat diakses guna memperoleh informasi mengenai dokumen HKI khususnya Paten.

Ketiga, dari sisi kelembagaan, belum tercipta koordinasi yang baik antara instansi terkait, sehingga penegakan hukum di bidang HKI masih sering terhambat.

BAB III

CABANG-CABANG HKI

· HAK CIPTA

Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC) mendefinisikan :

Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hak Cipta sebagai hak khusus, karena hanya diberikan kepada Pencipta atau Pemegang Hak tersebut, orang lain dilarang menggunakan kecuali atas izin dari Pencipta selaku Pemilik Hak Cipta, atau orang yang menerima hak dari pencipta tersebut (Pemegang Hak). Hak Cipta dikatakan sebagai hak yang bersifat istimewa (eksklusif).

Berkenaan dengan persoalan ruang lingkup “ciptaan/karya” apa saja yang mendapat perlindungan Hak Cipta. Ketentuan Pasal 12 UUHC menyatakan bahwa ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan satra yang meliputi :

1. Buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan, dan semua karya tulis lain;

2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;

3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

4. Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;

7. Arsitektur;

8. Peta;

9. Seni batik;

10. Fotografi;

11. Sinematografi;

12. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, data base, dan karya lainnya hasil pengalihwujudan.

Pengecualian dan pembatasan Hak Cipta menurut Pasal 13 UUHC yaitu :

1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara;

2. peraturan perundang-undangan;

3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;

4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau

5. keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

Hak Cipta pada prinsipnya ada atau lahir bersamaan dengan terwujudnya suatu karya cipta atau ciptaan. Guna kepastian hukum, maka harus ada penegasan kapan Hak Cipta itu lahir atau selesai diwujudkan. UUHC menyebutkan bahwa Ciptaan tersebut dianggap mulai ada sejak pertama kali diumumkan atau dipublikasikan. Misalnya : Hak Cipta mulai ada saat dibacakan, disiarkan, disuarakan, atau disebarluaskan dengan alat apapun dan dengan cara apapun sehingga dapat dibaca, didengar, dilihat oleh orang lain.

Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta

Karya Cipta atau ciptaan berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Apabila ciptaan tersebut dimiliki oleh 2 orang maka Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung 50 tahun sesudah ia meninggal dunia (Pasal 29 ayat (2) UUHC).

Dalam Pasal 35 ayat (4) ditentukan bahwa Pendaftaran Hak Cipta tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta. Pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan tetapi kerelaan (voluntary) bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Dengan demikian timbulnya ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena suatu pendaftaran. Artinya bahwa Hak Cipta baik terdaftar maupun tidak terdaftar tetap mendapat perlindungan yang sama oleh Undang-Undang. Namun apabila Hak Cipta tersebut didaftarkan, maka dapat digunakan sebagai bukti awal di Pengadilan apabila terjadi sengketa.

· DESAIN INDUSTRI

Desain Industri merupakan bagian dari HKI. Perlindungan atas Desain Industri didasarkan pada konsep pemikiran bahwa lahirnya Desain Industri tidak terlepas dari kemampuan kreativitas cipta, rasa, dan karsa yang dimiliki oleh manusia.

Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000, menyebutkan bahwa :

Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.

Hak atas Desain Industri merupakan hak eksklusif, karena hanya Pendesain saja yang boleh mendapatkan hak tersebut dari Negara. Namun demikian, Pemegang hak desain dapat mengizinkan kepada pihak lain untuk menikmati manfaat ekonomi dari Desain Industri tersebut dengan cara lisensi berupa perjanjian pemberian hak, bukan pengalihan hak.

Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru, maksudnya apabila pada tanggal penerimaan, Desain Industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya.

Jangka waktu perlindungan Hak Desain Industri diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan.

Pemegang Hak Desain Industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Indiustri. Sedangkan Hak Desain Industri diberikan atas dasar permohonan tertulis ke Direktorat Jenderal HKI. Pihak yang untuk pertama kali mengajukan Permohonan dianggap sebagai pemegang Hak Desain Indusstri, kecuali terbukti sebaliknya.

· MEREK

Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 disebutkan bahwa :

Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Sama halnya dengan Desain Industri, perlindungan Merek didaftarkan di Ditjen HKI dengan membayar biaya. Jangka waktu perlindungan Merek selama 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang.

Dalam Undang-Undang Merek juga dimuat mengenai Indikasi Geografis dan Indikasi Asal. Indikasi Geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menujukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

Indikasi Geografis mendapat perlindungan setelah terdaftar atas dasar permohonan.

· DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU (DTLST)

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 disebutkan bahwa :

Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.

Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut aktif, serta bagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu.

Hak DTLST diberikan untuk DTLST yang orisinil. Dikatakan orisinil apabila desain tersebut merupakan hasil karya sendiri Pedesain, dan pada saat DTLST tersebut dibuat tidak merupakan sesuatu yang umum bagi para Pedesain.

Perlindungan terhadap Hak DTLST diberikan kepada Pemegang Hak sejak pertama kali desain tersebut dieksploitasi secara komersial dimanapun, atau sejak Tanggal Penerimaan. Dalam hal DTLST telah diekploitasi secara komersial, Permohonan harus diajukan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pertama kali dieksploitasi. Perlindungan DTLST diberikan selama 10 (sepuluh) tahun.

Pemegang Hak memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Hak DTLST yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, menjual, mengimpor, mengekspor dan/atau mengedarkan barang yang ada di dalamnya terdapat seluruh atau sebagian Desain yang diberi Hak DTLST.

· RAHASIA DAGANG (RD)

Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 disebutkan bahwa :

Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.

Lingkup perlindungan RD meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomis dan tidak diketahui oleh masyarakat umum. RD mendapat perlidungan apabila informasi tersebut bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomis, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana mestinya.

Informasi dianggap rahasia apabila informasi tersebut hanya diketahui oleh pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat.

Informasi dianggap memiliki nilai ekonomis apabila sifat kerahasiaan informasi tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomi.

Informasi dianggap dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.

Hak Pemilik RD :

a. menggunakan sendiri RD yang dimilikinya;

b. memberikan Lisensi atau melarang pihak lain untuk menggunakan RD atau mengungkap RD itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.

· PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN (PVT)

Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 disebutkan bahwa :

PVT adalah perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor PVT, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemualian tanaman. Perlindungan PVT merupakan hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang lain atau badan hukum lain untuk menggunakan selama waktu tertentu. Varietas tanaman yang biasa disebut varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.

Varietas yang dapat diberi PVT meliputi varietas dari jenis atau spesies tanaman yang baru, unik, seragam, stabil, dan diberi nama. Varietas dianggap baru apabila pada saat penerimaan permohonan hak PVT, bahan perbanyakan atau hasil panen belum pernah diperdagangkan di Indonesia atau telah diperdagangkan tetapi tidak lebih dari setahun, atau telah diperdagangkan di luar negeri tidak lebih dari 4 (empat) tahun untuk tanaman semusim dan 6 (enam) tahun untuk tanaman tahunan. Varietas dianggap unik apabila varietas tersebut dapat dibedakan secara jelas dengan varietas lain yang keberadaannya sudah diketahui secara umum pada saat penerimaan permohonan hak PVT. Varietas dianggap seragam apabila sifat-sifat utama atau penting pada varietas tersebut terbukti seragam meskipun bervariasi sebagai akibat dari cara tanam dan lingkungan yang berbeda-beda. Varietas dianggap stabil apabila sifat-sifatnya tidak mengalami perubahan setelah ditanam berulang-ulang, atau untuk yang diperbanyak melalui siklus perbanyakan khusus, tidak mengalami perubahan pada setiap akhir siklus tersebut.

Jangka waktu PVT :

a. 20 (dua puluh) tahun untuk tanaman semusim;

b. 25 (dua puluh lima) tahun untuk tanaman tahunan

Hak untuk menggunakan varietas meliputi kegiatan :

a. memproduksi atau memperbanyak benih;

b. menyiapkan untuk tujuan propagasi;

c. mengiklankan;

d. menawarkan;

e. menjual atau memperdagangkan;

f. mengekspor;

g. mengimpor;

h. mencadangkan untuk keperluan butir a, b, c, d, e, f, dan g.

· PATEN

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 menyebutkan bahwa :

Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk dan proses.

Suatu Invensi harus memenuhi tiga kriteria utama :

1. Invensi yang baru;

2. mengandung langkah inventif; dan

3. dapat diterapkan dalam industri

Invensi dianggap baru jika pada Tanggal Penerimaan Invensi tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya.

Invensi mengandung langkah inventif jika Invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hak yang tidak dapat diduga sebelumnya.

Invensi dapat diterapkan dalam industri jika Invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam industri sebagaimana yang diuraikan dalam permohonan.

Jenis-jenis Paten :

1. Paten;

2. Paten Sederhana : hanya untuk alat baru yang memiliki keguanaan praktis yang disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, konstruksi, atau komponennya.

Jangka waktu perlindungan Paten diberikan untuk :

1. jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun untuk Paten;

2. jangka waktu 10 (sepuluh) tahun untuk Paten Sederhana.

Perlindungan Paten bertujuan untuk mendorong invensi dan inovasi dengan memberikan hak monopoli bagi seorang Inventor (penemu) untuk melaksanakan Invensinya dan sekaligus meningkatkan ketersediaan informasi dari teknologi baru.

Suatu Invensi kadang kala sangat mudah ditiru, sehingga perlindungan paten diperlukan untuk menjamin bahwa investasi yang ditanamkan oleh investor akan aman. Tanpa perlindungan paten, tidak mungkin mencegah peniruan secara bebas oleh orang lain, sehingga sulit bagi inventor memperoleh kembali biaya yang telah dikeluarkan, apalagi memperoleh keuntungan dari invenstasinya.

Walaupun Indonesia memiliki Undang-Undang Rahasia Dagang yang dapat menjadi pilihan bagi perlindungan suatu produk inovasi. Namun demikian, sebagaimana disebutkan di atas, apabila invensi itu dengan mudah dapat ditiru, perlindungan melalui Rahasia Dagang menjadi tidak efektif.

Suatu invensi dapat diberikan Paten berdasarkan pendaftaran yang diajukan (first to file), dimana pendaftaran paten harus dilengkapi dengan :

1. formulir permohonan paten;

2. uraian lengkap dari invnesi beserta klaim;

3. surat pengalihan hak (jika hak Inventor diserahkan kepad a pihak lain);

4. membayar biaya pendaftaran.

Paten tidak diberikan untuk :

1. Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan;

2. metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan pada manusia dan/atau hewan;

3. teori di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; dan

4. semua makhluk hidup, kecuali jasad renik, proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis.

Jangka waktu proses pemeriksaan Paten :

1. Paten Biasa : 36 bulan setelah tanggal pengajuan pemeriksaan substantif;

2. Paten Sederhana : 24 bulan setelah tanggal penerimaan.

Dalam jangka waktu 18 (delapan belas) bulan setelah pendaftaran, Invensi yang didaftarkan akan diumumkan dengan jangka waktu pengumuman selama 6 (enam) bulan untuk Paten dan 3 (tiga) bulan untuk Paten Sederhana.

Paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan setelah tanggal penerimaan, permohonan Paten harus diajukan permohonan pemeriksaan substantifnya dengan membayar biaya pemeriksaan substantif.

Perlindungan Paten hanya berlaku dalam negara di mana paten itu dimintakan perlindungan, tetapi pemeriksaan substantif dilakukan dengan membandingkan permohonan Paten tersebut dengan dokumen-dokumen/publikasi yang ada di seluruh dunia.

BAB IV

MANFAAT HKI BAGI PEMBANGUNAN INDONESIA

· KONDISI PASCA PERJANJIAN TRIPs

Di tingkat internasional, upaya untuk melindungi HKI berdasarkan pendekatan dari sudut perdagangan telah dilakukan sejak tahun 1979 melalui negosiasi perdagangan internasional. Ada dua alasan kuat yang mendasari upaya tersebut.

Pertama, maraknya pembajakan dan pemalsuan barang-barang yang dilindungi oleh HKI.

Kedua, adanya perkembangan invensi teknologi tinggi yang dapat digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala internasional. Faktor-faktor tersebut turut memicu pelanggaran HKI di berbagai negara, utamanya di negara-negara berkembang.

Sebagai contoh, pada tahun 1995, Amerika Serikat (AS) menutut Korea dan Brasil karena dianggap merugikan kepentingannya. Akibat keadaan tersebut AS mengklaim industrinya menderita kerugian yang cukup besar. Untuk mendukung proses penuntutan terhadap pelanggaran HKI yang terjadi di negara-negara lain yang merugikan kepentingan AS, pemerintah AS mendesain ketentuan dalam Undang-Undang Perdagangannya sebagai landasan untuk menjatuhkan sanksi dagang kepada negara-negara pelanggar. Banyak negara yang melakukan protes dan berpendapat bahwa ketentuan tersebut bersifat sepihak (unilateral) dan bertentangan dengan pendekatan multilateral yang digunakan oleh GATT. Menyadari bahwa perdagangan semakin mengglobal, AS berusaha merangkul negara-negara yang telah menjadi mitra dagangnya seperti Jepang dan negara-negara Uni Eropa untuk bersama-sama mengatasi pelanggaran HKI. Bersama dengan negara sekutunya, AS mulai memanfaatkan forum GATT untuk melindungi HKI secara internasional walaupun forum tersebut ditentang oleh banyak negara karena masalah HKI sudah ada tempatnya yaitu World Intellectual Property Organization (WIPO).

Salah satu dokumen penting yang dihasilkan dalam forum GATT yang dianggap ambisius dan kontroversional adalah perjanjian tentang Aspek-aspek HKI yang berkaitan dengan Perdagangan yang dikenal dengan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs).

Secara singkat dapat ditegaskan bahwa perjanjian TRIPs adalah landasan utama yang mengikat negara anggota WTO untuk melindungi HKI secara internasional.

Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani perjanjian TRIPs, yang mempunyai konsekuensi tunduk dan harus menjalankan perjanjian tersebut. Lalu apa manfaatnya Indonesia menandatangai perjanjian TRIPs tersebut. Secara umum ada beberapa manfaat yang diperoleh dari suatu sistem HKI yang baik, yaitu :

1. HKI meningkatkan posisi perdagangan dan investasi;

2. HKI mengembangkan teknologi;

3. HKI mendorong perusahaan untuk dapat bersaing secara internasional;

4. HKI dapat membantu komersialisasi invensi dan inovasi secara efektif;

5. HKI dapat mengembangkan sosial budaya;

6. HKI dapat menjaga reputasi internasional untuk kepentingan ekspor.

Keuntungan yang ditawarkan oleh sistem HKI menjangkau bidang yang sangat luas, tidak hanya bidang ekonomi dan teknologi, tetapi juga di bidang sosial dan budaya. Hal ini tidak mengherankan mengingat HKI terdiri atas beberapa cabang yang berbeda. Misalnya Hak Cipta berkaitan erat ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, sedangkan Paten berkaitan erat dengan invensi di bidang teknologi.

· HKI MEMPERCEPAT MASUKNYA PMA

Disadari atau tidak, bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara perlindungan HKI dengan masuknya investor asing ke sebuah negara. Berdasarkan studi yang dilaksanakan di Amerika, diperoleh kesimpulan bahwa perusahaan-perusahaan Amerika menempatkan isu perlindungan HKI sebagai faktor yang penting sebelum memutuskan untuk menanamkan modalnya ke sebuah negara yang akan dijadikan mitra dagangnya. Berdasarkan argumen ini dapat disimpulkan bahwa semakin baik perangkat hukum di bidang HKI dan penegakannya, semakin besar pula minat para investor untuk menanamkan modalnya ke negara tersebut.

· HKI MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DOMESTIK.

Adanya hubungan yang erat antara perlindungan HKI dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi domestik di sebuah negara. Sebagai contoh AS mendapatkan keuntungan secara ekonomi dalam jumlah yang besar dari produk-produk HKI. Industri-industri AS memperoleh pemasukan yang sangat sebesar melalui pembayaran royalty. Disamping itu industri-industri di bidang Hak Cipta, farmasi, dan bidang-bidang lainnya juga memberikan sumbangan yang cukup besar. Di bidang tenaga kerja, industri-industri tersebut juga dapat menyerap tenaga kerja yang cukup besar.

Negara Jepang mampu bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat Perang Dunia II setelah dikeluarkannya kebijakan pemanfaatan invensi di bidang teknologi yang telah dilindungi paten. Negara-negara Uni Eropa berhasil mencapai tingkat kesejahteraan seperti sekarang ini juga akibat dioptimalkannya sistem perlindungan HKI yang efektif. Begitu juga Korea Selatan yang mampu mencapai tingkat pembangunan industri yang sangat mengesankan karena adanya sistem HKI yang mantap.

Berdasarkan ilustrasi tersebut, Indonesia harus mampu mengoptimalkan perlindungan HKI, karena HKI akan bermanfaat untuk :

1. membantu menarik minat investor asing masuk ke Indonesia;

2. meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dimasa yang akan datang;

3. mengembangkan teknologi, inovasi, dan kreasi.

Manfaat tersebut perlu dioptimalkan mengingat saat ini Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi yang bekepanjangan dan perlu adanya jalan alternatif untuk dapat keluar dari keadaan tersebut. Pada saat ini bergantung kepada sumber daya alam (SDA) untuk membiayai pembangunan negara sudah tidak tepat lagi, karena SDA sifatnya tidak dapat diperbarui lagi, sehingga perlu diupayakan jalan keluarnya. Dari sekian banyak alternatif yang ada, HKI lah yang dapat dijadikan sebagai pilihan untuk mendongkrak pemasukan negara, karena HKI prospeknya yang sangat menjajikan di masa mendatang.

Negara-negara yang SDA nya tidak sebesar Indonesia dapat menjadi negara yang maju karena negara-negara tersebut tidak mengandalkan SDA nya, tetapi mengandalkan sumber daya manusia (SDM) nya.

Indonesia, walaupun sudah banyak kemajuan yang dicapai pasca perjanjian TRIPs, namun baru sebatas pembaruan peraturan perundang-undangan, belum menyentuh sendi-sendi kehidupan masyarakat yang bersinggungan secara langsung dengan obyek perlindungan HKI, sehingga perlu dicarikan solusi untuk mengatasi ketertinggal tersebut.

Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan berkaitan dengan pemanfaatan HKI untuk tujuan pembangunan di Indonesia.

1. sosialisasi HKI harus terus digalakkan dengan menerapkan skala prioritas berdasarkan sasaran kepentingan;

2. meningkatkan pendirian sentra-sentra HKI baik di perguruan tinggi maupun di instansi-instansi pemerintah;

3. menjadikan HKI sebagai salah satu mata kuliah wajib dalam kurikulum nasional;

4. perlu adanya asosiasi yang khusus mengurus kepentingan para inventor, desainer, pencipta, dsb.

BAB V

KESIMPULAN

Perlindungan HKI menjadi masalah yang cukup berat bagi negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu pandangan negatif terhadap HKI perlu diubah dengan lebih memfokuskan pada sisi positifnya sambil mencari format yang tepat untuk pengoptimalannya. Sikap ini perlu dipertahankan karena sumber utama perolehan devisa negara berupa kekayaan alam sudah tidak dapat diandalkan lagi dimasa yang akan datang, bahkan saat ini. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan memaksimalkan manfaat yang terdapat dalam sistem HKI. Pengalaman di banyak negara agaknya perlu dipelajari dengan seksama, dimana negara-negara yang miskin SDA, tetapi sangat kaya dengan ciptaan dan invensi di bidang HKI (SDM), mampu mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang menakjubkan. AS, negara-negara Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan merupakan contoh yang sangat tepat untuk pernyataan ini. Oleh karena itu, kalimat bijak yang harus didengungkan, “jika negara-negara tersebut mampu memanfaatkan HKI bagi pembangunan bangsa mereka. Indonesia yang memiliki jumlah penduduk besar pasti ada potensi untuk mengoptimalkan SDM nya guna melaksanakan pembangunan.

Daftar Pustaka :

1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.

2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

8. Lindsey Tim, Prof., BA.,Blitt., Ph.D, dkk.Hak Kekayaan Intelektual, Suatu Pengantar, PT Alumni, Bandung, (2002)

9. Margono Suyud, Hukum dan Perlindungan Hak Cipta, C.V. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, (2003).

10. Saidin OK.,H., Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta (2003).

11. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelehtual, Dep. Hukum dan HAM, Buku Panduan Hak Kakayaan Intelektual, (2004).

12. Usman Rachmadi, SH, Hukum atas Hak Kakayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, PT Alumni, Bandung, (2003).

13. Muhammad Abdulkadir, Prof., S.H., Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung (2001).

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. How do I make money out of gambling? - Work-to-Earn
    Do หารายได้เสริม you septcasino love video slots? Play casino games for 1xbet fun. You won't have to pay for it, but it's fun to make money.

    BalasHapus